Kamis, 21 Januari 2010

Kain Geringsing, Budaya punduduk Bali Aga

Beberapa suku bangsa di Indonesia dikenal sebagai perajin kain tradisional yang di tenun dengan teknik tenun ikat. Biasanya ikatan benang dilakukan pada benang pakan, yaitu benang yang dibubuhkan melintang pada benang lungsing yang sudah disiapkan dengan posisi membujur. Namun kain geringsing ditenun dengan benang pakan dan lungsin yang masing-masing dikerjakan dengan teknik ikat, oleh karena itu kain ini dsebut sebagai kain tenun double ikat. Menenun dengan teknik double ikat ini pengeraanya sangat rumit dan membutuhkan ketreampilan dan kesabaran. Pada tenun ikat yang sudah umum dikerjakan oleh para perajin tenun tradisional, siperajin membentuk warna dan motif hanya benang pakannya saja. Pada teknik double ikat, pewarnaan dan motif dikerjakan juga pada benang lungsinya. Pertemuan antara benang yang masing-masing telah melalui proses pencelupan dengan teknik ini harus tepat, untuk menghasilkan motif yang jelas seperti yang direncanakan. Teknik menenun double ikat ini hanya dikenal dibeberapa negara dan daerah seperti India, Jepang, Guatemala dan di Indonesia hanya ada di Tenganan Bali.

Desa Tenganan pegringsingan terletak di pulau Bali bagian timur, adalah sebuah daerah yang boleh dikatakan tertutup secara budaya. Pernikahan dengan orang luar daerah dilarang leh adat. Penduduknya yang juga disebut penduduk Bali Aga (Bali asli) masih kuat memegan tradisi adat leluhur, yang tidak mau menyerap budaya Hindu seperti penduduk pulau Bali pada umumnya.

Menenun dengan teknik dobel ikat erat kaitannya dengan budaya penduduk Bali Aga. Selembar kain tenun bukanlah sekedar kain fungsional untuk busana namun juga mempunyai arti magis. Kain geringsing berasal dari kata gering yang artinya sakit atau penyakit. sing artinya tidak ada. Jadi kain geringsing berfungsi unuk menolak penyakit dan desa Pagringsing adalah salah satu desa yang mempunyai kiat untuk menolakpenyakit lewat kain geringsing tersebut.

Teknik tenun dobelikat mungkin mendapat pengaruh dar India. Karena di Gujarat juga ada teknik yangsejenis. Motif patola yang terkenal itu menjadi dasar motif tenun dobel ikat. Motif ini adalah hiasan geometris dengan objek stilisasi bunga ditengahnya yang dilakukan berulang-ulang hingga memenuhi kain. Teknik tenun ikat ini didiga ada di Indonesia sejak abad ke-10, namun tidak di ketahui kapan mulai dibuat di Bali.

Kain geringsing memiliki tiga warna dominan, warna merah melambangkan api, warna hitam melambangkan air, sedangkan warna putih atau kuning melambangkan angin. Hal ini relevan dengan penggambaran karakter dewa Brahma, Wisnu dan Shiwa. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam dengan minyak kemiri yang dicampur abu kayu yang dibakar dan cairan alkali. Bebereapa jenis tanaman dan akar-akaran digunakan untuk mendapatkan warna tertentu. Misalkan warna merah menggunakan akar mengkudu.

Motif tenun ikat biasanya berupa geometris namun ada juga motif wayang. Motif wayang biasanya digambar sepanjang tepi kain. Mtif ini hanya dipakai oleh wanita bangsawan. selain motif wayang yang langkah ada 20 motif flora, bentuk kotak-kotak. Biasanya pada kedua ujungnya menggunakan motif yang sama, bagian tengah ada motif bentuk patola atau motif lora maupun fauna. Biasanya kain doble ikat lebarnya 40-60 cm karena ukuran yang mampu dijangkau penenun. Beberapa contoh kain geringsing dengan motif geometris juga dapat sebagai aksen atau aksesoris interior moderen.

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...