Senin, 21 Desember 2009

Dolanan Permainan Tradisional


Dolanan sambil belajar, Tema ini yang sering didengungkan oleh praktisi pendidikan bagi anak. Namun seperti apakah bermain sambil belajar apabila berada di lingkungan rumah. Masih ingatkah anda dengan permainan tradisional yang biasa kita lakukan saat usia kita masih kecil dulu? Sebut saja patil lele, bentengan, engkle, gobaksodor, dakonan, loncat tinggi, egrang ataupun permainan masa lalu sejenis lainnya.

Bila kita review kembali kemasa lalu, jenis permainan tradisional tentu tak terhitung jumlahnya. Apabila kita tilik daerah asalnya maka kita ketemukan beragam permainan berdasalkan asal daerah di Nusantara ini. Tentunya anda hafal dan tersenyum karena terngiang keriangan memori masa lalu ketika masih memakai celana pendek serta apabila kita sudah pulang ke rumah selalu dengan bau peluh & pakaian yang dekil.

Bila dibandingkan dengan permainan anak sekarang yang cenderung kurang mendidik, tentu saja dolanan tradisional jauh lebih banyak mengandung nilai-nilai pendidikan dan sosial. Dolanan tradisional memiliki niali tinggi meliputi psikologi dan sosial yang berdampak pada meningkatnya kecerdasan serta perkembangan fisik. Anak-anak dituntut untuk selalu aktif secara motorik (fisik) dan non-motorik (kreatifitas otak). Dolanan tradisional sangat berkaiatan dengan ketangkasan, sportivitas, kejujuran (fair play), kebersamaan hingga kecermatan dan kecedersan otak. Dengan demikian, melalui permainan tradisional anak-anak akan terlatih untuk bersikap gentle, jujur, serta mau mengakui kekalahan dan kesalahan mereka.

Lalu bagaimanakah dengan permainan anak-anak zaman sekarang. Permainan anak jaman sekarang cenderung instant dalam hal alat permainan bila dibandingkan dengan permainan jadul yang merangsng kreatifitas otak. Namun seiring perkembangan zaman dan teknologi, dolanan-dolanan tradisional mulai dilupakan dan ditinggalkan. Semua permainan sekarang berganti menjadi permaian moderen seperti playstation, gameonline serta sejenisnya cenderung membuat anak individual. Anak cenderung mementingkan dirinya sendiri tanpa mempertimbangkan orang lain, akhirnya anak tidak dapat bersosialisi di lingkungannya.

Hal diatas diperparah lagi dengan sikap orang tua yang kurang bisa mendidik anaknya dalam bersosialisasi. Buktinya orang tua enggan untuk membuka pintu rumahnya untuk mempersilahkan anaknya dan teman sebayanya bermain di halaman ataupun di dalam rumah. Padahal alasanya hanya sepele karena rumahnya takut kotor. Seharusnya orang tua berperan mengajari anaknya dengan kegiatan positif yang sifatnya membangun karakter anak untuk cerdas dan tangkas. Ayo kita mulai mengarahkan, memperkenalkan permainan tradisional pada anak kita.











3 komentar:

  1. sebagai orang tua kita wajib mengarahkan putra putri kita untuk melestarikan dolanan anak-anak ini agar nantinya anak cucu kita tidak cuman mengenalnya melalui sejarah.

    BalasHapus
  2. great post..
    sekalipun belum berkeluarga.. saya cukup sedih melihat permainan impor anak-anak kecil di sekitar akhir-akhir ini yang cenderung individualis..
    hingga kerinduan tentang keindahan dolanan masa lalu saya abadikan dalam beberapa judul posting blog :)

    BalasHapus
  3. @setiawan dirgantara & @alkatro terimakasih atas kunjungannya ke blog saya, maju terus produk lokal jangan sampai kalah dengan produk impor bilaa perlu kita ekspor produk lokal kita, kalo bukan kita siapa lagi yang dapat melestarikan permainan tradisional Indonesia

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...